When people judge you so easily without
take time to know you better...
Let me share this blessing to you...
Year by year, since i was kid, i
grew up with... i dunno the right words to desribe this.. i think it was not
bullying, it was just their habit to judging what they only see from the
outside without want to know the truth and they think they’re right even when
they're so wrong.
Saya terlahir dengan pigmen bibir
yang banyak, artinya bibir saya hitam, sebuah hal yang tidak wajar untuk manusia
yang tidak pernah menyentuh nikotin. Saya baru menyadari hal ini waktu pindah sekolah waktu gue kelas 5 SD, hari pertama pindah harusnya jadi memori
yang menyenangkan, because i will got new friends, tapi nyatanya? jam istirahat
sampai pulang saya hanya menangis, menekuk wajah dan melipat kedua siku, malu, anak-anak di sekolah itu bilang:
“Kamu bandel ya? kan masih kelas 5 kok udah
ngeroko? bibirnya item banget ihhhhhhh” mereka terus menerus mengulang
kalimat itu, sampai akhirnya saya sadar, something wrong with me.
SMA. Waktu itu jam istirahat, di
pondok depan kelas saya duduk dengan satu sahabat cewek dan satu orang
cowok yang tidak begitu akrab. si cowok bertanya:
“Win, kamu merokok ya?” kemudian ditimpali dengan si cewek
“Yaaa.. ayo ngaku..
ihhhh ihh ihh” yang kedua, it hurts me so bad, think that someone you called
best friend doesn’t believe you and troll you in front of people. Orang yang
seharusnya paling percaya gue, she did it to me.
Mungkin buat orang lain, ini terlalu
remeh temeh untuk ditangisin, tapi besar di daerah kecil yang menganggap tabu
wanita merokok apalagi anak sekolah, membuat saya sering ditanyain, dihina di
depan orang banyak, sampai kehilangan rasa percaya diri, membuat saya tidak
menganggap ini hal remeh.
Pernah; guru, seorang yang harusnya
tidak terlalu picik menilai apa yang hanya dia lihat dari luar, ngomong di
depan kelas:
“saya tau di sini ada yang merokok, saya bisa baca dari bibirnya,
mau saya tebak” diikuti dengan semangat sekelas
“Ayok pak.. tebak pak” saya
cuma berdoa dalam hati semoga si bapak tidak sejahat itu dan Puji Tuhan,
terkabul.
The most day i remembered in my life, satu kesempatan
jadi pemimpin pujian di gereja, i gave all the best that i can, sampai di akhir ibadah, salah satu pengurus gereja itu berdoa
seperti ini:
“Tuhan ajar kami, walaupun kami mungkin hebat di mata dunia, tapi
kalau kami tidak bertobat, mungkin di antara kami merokok, kami munafik.. and
bla bla bla” tears just drop.... it leave scar in my heart. Tapi yaudah toh saya lakukan untuk Tuhan.
Hal ini terus berlanjut ketika kuliah, dihina secara fisik dengan beberapa orang, ada satu orang cewek yang
notabene temen sendiri tapi doyan banget menyindir fisik saya di depan umum.
Ada satu orang cowok, kalo saya udah ikut bercanda dan ketawa di tongkrongan; dia
mulai membuat saya diem dengan cara ya menghina fisik. Sampai pernah di depan
kelas, saya lagi ngobrol sama temen; kemudian ada senior yang bahkan saya ngga tau namanya siapa ngomong gini
“ya anjir, bibir item aja sok cantik
ketawa-ketawa, najis, ini ngerokoknya mah udeh 5 bungkus satu hari kalik, item
banget anjir” I-heard-that-very-clearly-and-hurts-me-again-and-again.
Singkat cerita di titik itu saya nyerah, sudah ngga nyaman ke kampus, sampai akhirnya memutuskan pindah
kampus. Ini pertama kalinya saya membuka alasan yang sebenarnya ke orang lain kenapa saya harus pindah kampus. :)
Saya ngga berani ikut ospek di kampus baru,
karna ngga mau warna asli bibir dilihat orang, capek dijudge orang
karna warna bibir. Singkat cerita, usaha saya kayaknya
ngga berhasil, beberapa tahun yang lalu lipstick matte dengan pigmentasi yang
bagus belum ada. Membuat ada aja yang ‘ngeh’ bibir saya item. Satu hari, saya lupa sedang
ngomongin tentang apa, cuma ingat seseorang yang dulu pernah sangat dekat
dengan ngomong begini:
“YAELAH, KAMU MAH MAKE LIPSTICK KARENA TAMENG DOANG KALI”
She said it straight-stuck-deep-into-my-heart. Entah yah kalau yang datang dari teman dekat rasanya lebih sakit. Because i hoped she accept me as i accept her imperfections.
Saya pernah nangis sama Tuhan dalam
satu doa, nyalahin dia, kenapa menciptakan bibir ini berbeda dari orang
lain kebanyakan. Sampai akhirnya saya menyadari, ada banyak orang yang lebih tidak
beruntung, lahir dengan bibirnya sumbing, bisu permanen, dan hal-hal yang lebih
buruk tapi mereka tetap bersyukur. Saya ngga pernah bisa ngatur orang lain mau mikir/ ngomong tentang apa yang
mereka liat, saya cuma bisa atur respon sendiri, saya akui ada masa-masa those
bullies impact my psychology, saya takut bertemu orang baru, nginep di rumah
teman tetap pakai makeup, susah bergaul, ngaku-ngaku ke mantan emang
ngerokok karena susah ngasih penjelasan yang bisa dia percaya, hal terburuk saya pindah kampus. Semuanya mengikis percaya diri. All the worst of my days came
from this. It’s something created by God. But for the God’s shake, it’s just a colour.
Why i can’t praise Him just because my
lips is Black?
Thank you for all of you who made
me stronger. I forgive you all. For all of those bullies you gave to me, since i was in elementary school till now, i know you guys just don’t know anything about the
truth. It’s okay. I forgive you. I did.
And God, thank you because I am fearfully and wonderfully made; Your works are wonderful, I know that full well. (Psalm 139:14)
with love, Winda.